(Prinsip 1)



Prinsip 1: Lucky people create, notice and act upon the chance opportunities in their life



Pada umumnya orang-orang beruntung percaya bahwa kesempatan-kesempatan yg hadir dalam hidup mereka itu datang hanya karena faktor kebetulan semata. Seperti cerita teman saya, Ferizal Ramli, yg mengatakan bahwa dia hanya secara kebetulan saja bisa mendapatkan pekerjaan di Malaysia, dan akhirnya malah sekarang bekerja sekaligus sekolah di Jerman. Ketika kutanyai tip apa yg dilakukan Ferizal atas keberhasilannya itu, teman baikku itu mengatakan bahwa dia hanya kebetulan saja kenal dengan project manager sebuah perusahaan yg kebetulan juga temennya suaminya adiknya. Dan karena si project manager senang dengan performance-nya Feri, maka diajaklah Feri untuk bekerja di Malaysia. Dan lagi-lagi terjadi kebetulan di Malaysia sehingga dia akhirnya dikirim untuk sekolah di Jerman. Dia merasa tak mempunyai prestasi apa-apa, namun hanya berada pada momentum yg tepat.



Seorang temanku lagi, Rovicky Dwi Putrohari, yg sering kupanggil Mas Rovick juga termasuk “wong bejo” (orang beruntung). Mas Rovick sewaktu SMA termasuk the worse 10 di SMA. Keberuntunganya diawali dengan hilangnya sepeda motornya, yg ternyata membuatnya jadi harus tinggal di rumah dan rajin belajar. Walhasil dia lulus Ujian Perintis I (UMPTN) yg mengantarkannya masuk fakultas Geologi UGM, dan ternyata sepeda motornya juga berhasil ditemukan. Keberuntungan ternyata datang berturut2 pada Mas Rovick, semasa kuliah dia mendapat beasiswa dan berbagai keberuntungan lainnya. Setelah lulus kuliah, dia beruntung lagi karena tidak diterima menjadi dosen UGM, yg membuatnya malah menjadi pegawai di Hudbay Oil. Keberuntungan demi keberuntungan terus diperoleh Mas Rovick, yg sekarang ini tinggal di Malaysia bekerja pada sebuah perusahaan minyak di negara ini, sehingga teman2nya menganggap dia “wong bejo”.



Demikianlah yg sering terjadi para orang beruntung. Mereka merasa secara tak sengaja membuka halaman yg tepat pada sebuah koran, nggak sengaja membuka sebuah website, kebetulan sedang jalan-jalan di taman pada saat yang tepat, kebetulan kenal project manager, dan berbagai kebetulan-kebetulan lainnya. Namun penyelidikan Richard menunujukkan bahwa sebetulnya kebetulan-kebetulan itu adalah hasil mekanisme psikologis si beruntung. Orang-orang beruntung berpikir dan berkelakuan berbeda sekali dengan orang tak beruntung dalam hal menciptakan, melihat dan bereaksi pada kesempatan-kesempatan yang kebetulan muncul dalam hidupnya.



Dari hasil penelitian bertahun-tahun, kebanyakan psikolog sependapat bahwa hanya ada 5 dimensi kepribadian, yaitu: Agreeableness, Conscientiousness, Extroversion, Neuroticism dan Openness. Kelima dimensi itu ada pada setiap orang dengan kadar yang berbeda. Richard membandingkan kelima dimensi kepribadian ini pada kepribadian orang-orang beruntung dan yang tidak beruntung dan menemukan bahwa ternyata orang-orang yang beruntung memiliki score yang lebih tinggi pada kelima dimensi tersebut.



Sebagai contoh saja, dimensi pertama, yaitu Agreeableness. Orang yg memiliki Agreeableness tinggi adalah orang-orang yang simpatik dan selalu ingin menolong sesama. Richard menduga bahwa orang-orang yg senang membantu sesama akhirnya akan ditolong juga oleh orang lain. Dan dugaan Richard ini benar, kelompok orang beruntung memiliki score tinggi pada kelima dimensi-dimensi ini.



Saya jadi teringat beberapa bulan yg lalu saya sempat hampir kehilangan pekerjaan dan saya memberitahu teman-teman saya lewat beberapa mailing list. Teman-teman mungkin juga sempat membaca sendiri berita itu karena saya juga menulisnya ke milis ini. Tanpa diminta, sahabat saya Ferizal menawarkan lowongan pekerjaan di Timur Tengah dan mengenalkan saya pada temannya. Saya cukup terharu akan perhatian teman saya tersebut. Walaupun saya tak jadi bekerja di Timur Tengah karena saya tak jadi kehilangan pekerjaan, namun niat baik Ferizal tak akan pernah saya lupakan.



Lain lagi dengan cerita Mas Rovicky. Walaupun seringkali saya berdebat di milis dengannya, namun Mas-ku yg satu ini juga sama baiknya. Pada suatu saat saya ada kesempatan pergi ke Malaysia, yang mana kebetulan Mas Rovick tinggal di sana. Dengan kebaikan hatinya, Mas Rovick menawarkan saya untuk membawa Dinda (demikian saya memanggil istriku tercinta) ke Malaysia untuk berbulan madu dan menginap di apartemen-nya. Niat tersebut kesampaian, pada kesempatan berikutnya ke Malaysia aku mengajak Dinda. Mas Rovick mentraktir kami jalan-jalan ke Genting Highland, dan bulan madu yang kedua itu begitu membahagiakan dan berkesan buat aku dan Dinda. Kebaikan Mas Rovick dan keluarga telah terukir indah dalam sejarah romantisme aku dan Dinda.



Kedua cerita di atas itu membuatku mengangguk-angguk akan kebenaran penelitian Richard. Kedua temanku yang beruntung itu memang belum pernah diukur Agreeableness-nya oleh Richard. Namun kisah nyata yang pernah aku alami telah membuatku yakin bahwa Ferizal dan Mas Rovick memang memilki score yang tinggi pada dimensi ini.



Bagaimana dengan teman-teman ? Apakah teman-teman juga merasa menjadi orang yang beruntung ? Jika iya, silahkan di-share cerita keberuntungannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua.



(bersambung)



-Alfred Alinazar

0 komentar