Prinsip 3, Sub Prinsip 2: Lucky peope attempt to achieve their goals, even if their chances of success slim, and presevere in the face of failure

Orang yang yakin dirinya akan beruntung, ternyata menghadapi hidup dengan cara yang berbeda dengan orang yang tidak yakin akan keberuntungan. Apalagi dibandingkan dengan orang yang yakin bahwa dia akan selalu sial.

Keyakinan akan keberuntungan ternyata memicu orang-orang beruntung untuk selalu berusaha mencapai tujuannya walaupun peluang keberhasilannya sangat kecil. Orang-orang beruntung itu tidak takut akan kegagalan, memiliki semangat juang yang tinggi dan juga tak mudah menyerah.



Beberapa saat yang lalu aku baru saja mendengarkan kisah sukses Mas Nukman Lutfie, yg sekarang menjabat sebagai CEO Virtual Consulting. Dalam kisahnya Mas Nukman menuturkan bahwa setelah lulus kuliah (kira2 15 tahun yang lalu), lulusan Teknik Nulkir dgn IP pas pasan itu meninggalkan kampung halamannya dan hijrah ke Jakarta dengan hanya berbekalkan uang saku 100 ribu rupiah. Padahal lulusan UGM yg merasa ndeso tapi percaya diri ini tak memiliki teman apalagi saudara di kota metropolitan itu. Mas Nukman pergi ke Jakarta dengan keyakinan bahwa dia akan berhasil di Jakarta hanya dengan bekal uang 100 ribu rupiah tersebut. Orang lain barangkali tidak berani melakukan itu karena takut akan menjadi gelandangan di Jakarta dengan bekal seminim itu tanpa teman tanpa saudara di sebuah kota yang jauh dari kampung halaman. Namun ternyata keberuntungan memang selalu bersamanya sehingga mantan wartawan yang telah beberapa kali menjadi direktur ini sekarang berhasil mewujudkan cita-citanya mendirikan perusahaan sendiri dan menjadi CEO di sana.



Seorang temanku, Titin Fatimah, alumnus Arsitek UGM yg sekarang sedang melanjutkan study di Jepang, mengaku sebagai seseorang yg sangat beruntung sehingga dijuluki the lucky girl oleh teman-temannya. Menurut pengakuan Titin, rentetan hidupnya selalu dihiasi dengan keberuntungan sehingga apa-apa yang tadinya dia pikir tak dapat diraih ternyata bisa diraihnya Titin mengaku pemalas dan sering tidur di kelas ketika kuliah. Namun entah mengapa, gadis manis yg mengaku tomboy ini seringkali mendapat hasil yang bagus ketika ujian. Setelah wisuda, Titin langsung mendapat pekerjaan membantu dosennya. Secara kebetulan, proyek ini mengenalkan Titin pada salah satu profesor di Jepang, yang akhirnya mewujudkan impiannya untuk bisa sekolah di Jepang. Saat bercerita kepadaku tentang keberuntungannya itu, Titin begitu excited karena dia baru saja mendapatkan sebuah keberuntungan lagi yang membuatnya sangat takjub. Keberuntungan itu adalah undangan mengikuti konferensi forum Unesco di Inggris yang didapatkan karena iseng-iseng mengirimkan paper ke Unesco. Cita-citanya untuk jalan-jalan ke Eropa terpenuhi karena keisengan mengirim paper tersebut.



Kisah Titin ini pernah saya ceritakan pada sebuah presentasi saya. Cerita saya ini mendapat sanggahan, karena menurut salah seorang partisipan cerita Titin itu bukanlah suatu keberuntungan. Menurutnya, yang namanya keberuntungan itu hanyalah sesuatu yg jatuh dari langit tanpa sebab. Dia memberikan contoh keberuntungan adalah seorang tukang becak yg tiba-tiba mendapat hadiah uang puluhan juta rupiah dari salah seorang penumpang becak-nya sehingga si tukang becak itu menjadi kaya raya.

Well, menurut saya sebenarnya si tukang becak itu juga telah melakukan sesuatu sehingga dia beruntung. Tukang becak itu barangkali ramah dan enak diajak ngobrol sehingga si penumpang senang dan kemudian memberinya hadiah uang jutaan rupiah. Andai saja si tukang becak itu tak ramah atau tidak melakukan sesuatu yg bisa mencuri hati si penumpang, tentu ceritanya juga akan berbeda. Atau kalaupun si tukang becak tak melakukan sesuatu, setidaknya dia telah mempersiapkan dirinya untuk menjadi jutawan. Bayangkan seandainya si tukang becak itu tak siap menjadi orang kaya dan tiba-tiba mendapat uang sebegitu banyak. Dia bisa kaget, tidak tahu bagaimana menggunakan uang tersebut sehingga uang itu hilang tanpa bekas, atau malah lebih parah lagi dia menjadi gila karena tak siap menjadi orang kaya. Kalau ini yg terjadi, si tukang becak tak menjadi orang beruntung khan ?



Demikian juga dengan kasus Titin dan undangan ke Eropa. Titin sendiri menganggap peristiwa ini adalah keberuntungan. Kenapa ? Karena dia sebelumnya tidak yakin bahwa paper-nya akan diterima, dia hanya berharap keberuntungan, “iseng” mencobanya dan lagi2 keberuntungan bersamanya. Mungkin ada banyak orang lain yang sebenarnya juga ingin jalan-jalan gratis ke Eropa dan bisa jadi kalau mereka mencoba mengirimkan paper juga akan mendapatkan kesempatan yang sama. Namun yang membuat mereka berbeda dari Titin adalah orang-orang tersebut tidak mau mencoba karena pesimis akan mendapatkannya.



Orang yang beruntung seringkali disebut juga sebagai the right man in the right place. Ini artinya harus ada dua komponen yang dipenuhi, yaitu seseorang itu adalah the right man, dan dia berada pada the right place. A wrong man in the right place tidak akan menjadi orang yg beruntung. Demikian juga yang terjadi dengan the right man in the wrong place. Itu artinya seseorang yang beruntung itu harus menjadi the right man, sehingga ketika kebetulan dia berada pada the right place dia akan menjadi orang yang beruntung. Dengan rumus lain dikatakan bahwa “luck is the matter of preparation meet opportunity” – Oprah Winfrey.



Demikianlah salah satu mekanisme datangnya suatu keberuntungan yang menjelaskan mengapa keyakinan akan keberuntungan akan membawa seseorang menjadi orang yang benar-benar beruntung. Peluang keberuntungan itu barangkali berseliweran di depan kita. Namun karena kita pesimis untuk mencobanya maka kita tak pernah mendapatkannya. Sebaliknya, si beruntung yg selalu bersedia mencoba akan mendapatkan peluang-peluang yang berseliweran itu.



Nah, bagaimana dengan anda ? Punya keinginan yang selama ini tidak anda coba karena tidak yakin akan berhasil ? Kenapa tidak dicoba saja dari sekarang ? Siapa tahu anda beruntung.

0 komentar